Rabu, 31 Maret 2010

BINGUNG.....

Selintas, saya jadi ingat bincang-bincang saya dengan suami tadi malam, tentang “kemana anak sulung saya hendak disekolahkan”.

Si Sulung, Aziz, tahun ini akan masuk Sekolah Dasar, Jenjang sekolah yang untuk sebagian ortu tidak terlalu menjadi pikiran yang ruwet alias memberatkan. Tapi bagi kami sebagai ortu yang tidak hanya ‘dunia oriented’ hal ini sangat perlu dipikirkan dengan matang. Dalam salah satu hadist Rasulullah SAW, dikatakan:

“..setiap anak dilahirkan dengan fitrah (suci), maka orangtuanyalah yang akan menjadikan dia seorang yahudi atau nasrani atau majusi…”

Anak ibarat secarik kertas putih pada awal nya. Adalah tanggung jawab orang tua untuk mengarahkan anaknya kemana. Apakah hanya ke arah dunia saja atau akhirat saja, atau kedua-duanya atau tidak kedua-duanya. Hasil dari itu semua insyaAllah akan terlihat saat anak tersebut dewasa dan ditampilkan dalam keseluruhan asfek kehidupannya. Baik asfek akalnya, akhlaknya maupun ruhaniahnya. Dan semua tampilan itu merupakan hasil dari (hampir sebagian besar) torehan pendidikan yang diarahkan ortunya. Jadi dapat disimpulkan anak adalah asset bagi orangtuanya, karena bagaimana ia nanti di masa depan adalah hasil orientasi ortunya dimasa kini.

Berangkat dari pemikiran tersebut, Kami sebagai ortu sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan untuk memasukkan ke sekolah yang dapat menjadi dasar (yang baik) untuk keseluruhan asfek diatas.

Sebenarnya sudah dari TKnya, Aziz dimasukkan ke TKIT, dengan pertimbangan disana akan terbentuk dasar-dasar keislaman sebagai karakter utama dan pertama baginya. Tapi menginjak ke usia SD, kami menjadi bingung. Betapa tidak, ternyata kita dihadapkan kepada Realita yang tidak mengenakkan hati. Yach, idealnya sih, kalo dari TKIT kan terusin aja ke SDIT, tapi ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan, saudaraku. Biaya ke SDIT yang sangat menguras kantong, untuk orang yang mapan tidak akan menjadi masalah, tapi bagi kita yang pas-pasan harus mengkaji ulang dan berfikir realistis. Karena kalaulah harus membobol tabungan atau ngutang sana-sini untuk memenuhi biaya SDIT yang membumbung, tentu bukanlah hal yang bijaksana. Tapi kalau untuk masuk ke sekolah umum, berarti harus punya konsekuensi yang tidak ringan. Kita harus bisa dan berusaha selalu menjaga dasar-dasar yang telah didapatnya di TKIT, misalnya hapalannya,dll. Untuk hapalannya aja, bagi ortu yang punya cita-cita agar anaknya jadi hafidz Qur’an di usia muda, kudu kerja keras kalo harus menyekolahkan anak di sekolah umum. Tapi, tidak ada hal yang tidak mungkin untuk dilaksanakan, asalkan sungguh-sungguh dan selalu mengharap ridho Allah SWT. Bukankah yang Allah SWT hargai dari kita adalah prosesnya, sedangkan hasilnya, DIA lah yang maha berkehendak dan mengetahui yang terbaik bagi hamba-NYA. Jadi pilihan yang mana pun yang kita ambil so Bismillah aja…wallahu a’lam bishowab.

Senin, 29 Maret 2010

PERBAIKI SUBUH KITA

“Siapa yang ingin berjihad di jalan Allah, saya tunggu di bukit ini ba’da subuh”

Kalimat di atas sangat melekat di benak saya, meski sudah lebih dua puluh tahun silam saya mendengarnya di sebuah film epik berjudul Cut Nyak Dien. Kisah kepahlawanan para pejuang Aceh yang gagah perkasa melawan penjajah Belanda ketika itu. Kalimat penuh semangat dan mengandung ruh jihad itu diucapkan oleh seorang panglima perang Aceh, Teuku Umar di hadapan para pejuangnya.


Bertahun-tahun saya sempat bertanya, “kenapa ba’da subuh?”


Kala itu, jawaban yang saya dapat sangat polos, lumayan masuk akal, namun cukup menggelikan kalau dipikir-pikir. “Orang-orang Belanda itu nggak sholat subuh, jadi kalau pasukan Aceh menyerbu ba’da subuh, pasukan Belanda masih tidur dan tidak siap menghadapi serangan”.


Seiring dengan waktu, saya mendapatkan jawaban yang mudah-mudahan lebih tepat untuk pertanyaan, “kenapa ba’da subuh?”


Diantara lima waktu sholat wajib, subuh dianggap paling berat meskipun jumlah rakaatnya paling sedikit. Bangun subuh, mendirikan sholat dan berjamaah di masjid adalah perjuangan berat bagi sebagian orang. Bangunnya saja perlu perjuangan, beberapa mata tak sanggup terbuka, sebagian bangun dengan bermalas-malasan, ada yang terbangun kemudian terlelap lagi, ada yang bergerak hanya untuk menarik selimut dan melanjutkan mimpi, dan ada pula yang sama sekali tak bergerak dan terus mendengkur.


Ada orang-orang yang memerlukan bantuan orang lain untuk bangun subuh. Kalau pun sudah bangun, ada yang menunda-nunda sholatnya. Ada pula berdiri sholat dalam keadaan malas, itu terlihat dari gerakan sholatnya yang terburu-buru atau dari sikap berdirinya yang tidak tegap. Dan ada loh yang sholat sambil matanya terpejam atau sholat sambil berkali-kali menguap.


Sampai disini sebenarnya sudah lumayan bagus, yang penting masih mau sholat subuh. Tetapi bagi orang-orang yang beriman, ketika adzan berkumandang ia semangat bergegas membasuh muka. Bahkan sebagian lainnya menyesal jika hanya terbangun pada saat adzan, sebab ia biasanya bangun di sepertiga malam dan tak tertidur lagi sampai waktu subuh. Orang-orang ini, rela mengorbankan kenikmatan tidurnya serta meminimalkan istirahatnya.


Kesungguhannya semakin teruji ketika ia memilih untuk membelah fajar, menerobos udara dingin menuju masjid untuk sholat berjamaah. Orang-orang yang bersungguh-sungguh diwaktu subuh inilah yang dipilih, seperti Muhammad yang terpilih untuk mengangkat Hajar Aswad karena tiba di Ka’bah lebih dulu.


Maka wajar jika Teuku Umar meminta para pejuangnya berkumpul persis ba’da subuh, karena ia hanya ingin berjuang bersama orang-orang yang memiliki semangat pengorbanan, yang jiwanya dipenuhi kesungguhan diatas rata-rata kebanyakan orang lainnya. Mereka yang tak bangun subuh, bukan saja tertinggal tak ikut berjuang, melainkan memang tak dibutuhkan sama sekali dalam perjuangan karena dianggap tak bersungguh-sungguh.


Semangat dan kesungguhan yang diperoleh dari kebiasaan sholat subuh, bisa kita terapkan dalam mengatasi berbagai masalah kehidupan. Seberat apapun masalah, pasti ada jalan keluarnya. Masalahnya adalah, apakah kita memiliki semangat dan kesungguhan diatas rata-rata untuk mencari jalan keluarnya? Jika belum, mungkin ada baiknya kita mulai dengan sama-sama memperbaiki subuh kita. Mau? (gaw)

Minggu, 28 Maret 2010

pengalaman pribadi

KEJUTAN CERDAS SI KECIL

Setiap orang tua menginginkan/bangga bila memiliki anak-anak yang cerdas.Tidak saja cerdas secara IQ, tapi juga cerdas secara emosi (EQ) dan cerdas secara spiritual/keagamaan (SQ). Kecerdasan yang seimbang tersebut dapat dihasilkan dari berbagai faktor, selain faktor genetik dari orang tua, juga yang lebih penting adalah faktor Pola didik (Pola Asuh) dari orang tua disertai stimulasi-stimulasi yang dilakukan terus menerus dan bertahap sesuai dengan pertambahan usia mereka.

Sebagai orang tua yang mempunyai anak berusia balita, Saya bersama suami juga ikut memperhatikan masalah-masalah yang mempengaruhi tingkat kecerdasan anak. Ternyata Nutrisi, termasuk pola dan jenis makanan yang dikonsumsi anak, sedikit banyak ikut mempengaruhi kecerdasan anak. Untuk nutrisi tambahan mereka kami menggunakan susu Frisan Flag 123 dan 456.

Tiga orang putra kami, Aziz (5,5 th) sudah duduk di TK B, Azzam (4,5 th) sudah di TK A, dan Askar (1 th 7 bln) merupakan mutiara/harta yang tak ternilai bagi kami. Mereka adalah anak-anak yang aktif.

Aziz, anak yang pertama, sekarang sudah mulai manggunakan logika-logikanya, hal itu tidak hanya terlihat dari caranya dalam mengeja bacaan dan belajar berhitung yang relatif menggunakan otak kirinya, tapi juga sudah mulai mengasah daya imajinasinya dengan otak kanan. Ia pernah menceritakan khayalannya jika menjadi Dokter, pilot, ustadz, pemain bola, dan lain-lain. Stimulasi yang kami berikan untuk Aziz adalah dengan selalu menanyakan kepadanya apa-apa yang telah dilakukannya setiap hari. Misalnya : Kalo pulang dari sekolah atau dari bermain, kami selalu minta dia menceritakan kembali apa yang telah dilakukannya tadi (pengalamannya).

Banyak kejutan-kejutan dari Aziz setiap harinya, biasanya dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang agak membingungkan untuk menjawabnya. Pernah suatu saat Aziz menanyakan ‘Apakah semua hewan yang punya sayap bisa terbang tinggi atau terbang jauh dan disebut burung?’. Selagi kita masih bingung untuk menjawabnya, Aziz kembali meneruskan pertanyaan sesuai dengan pengamatannya “mengapa ayam tidak dapat terbang jauh-jauh dan kelelawar tidak disebut burung padahal dia bisa terbang…?”

Saat yang lain dia mendengar dan mulai mengerti konsep perbedaan laki-laki dan perempuan, tapi yang ditanyakannya sungguh diluar dugaan, setengah bergumam dia langsung bertanya “Hmm, kalo Tuhan itu laki-laki apa perempuan ya Mi..?”

Lain Aziz lain pula Azzam, Karena usianya tidak terpaut jauh dari Aziz, dia sekarang juga sudah sekolah di TK. Azzam sangat mudah bersosialisasi. Dia cepat akrab dengan orang yang baru dikenalnya. Daya ingatnya tinggi walaupun baru sekali dikasih tahu tentang suatu hal. Stimulasi yang kami berikan juga tdk jauh berbeda dengan Aziz, abangnya. Kami juga memberikan contoh langsung tentang nilai-nilai baik yang apabila kita lakukan akan membuat orang lain bahagia, misalnya bagaimana cara berbagi dengan orang lain, seperti berbagi bekal makanan dengan teman di sekolah, memberi uang/makanan kepada pengemis, dan sebagainya, sehingga rasa sosialnya bisa tergali sejak kecil. Dan hasilnya, alhamdulillah waktu penerimaan raport kemarin Azzam mendapat sertifikat dengan predikat “Anak Yang Dermawan”.

Seperti juga Aziz, banyak kejutan-kejutan dari Azzam yang tidak disangka-sangka. Sewaktu baru masuk sekolah TK, Azzam selalu diantar dan dijemput oleh Abinya. Tapi baru hari ke-lima dia sekolah, kami dirumah dikejutkan oleh telepon dari abinya yang mengabarkan bahwa nanda Azzam ‘tidak ada’ sewaktu dijemput di sekolahnya. Kontan saja itu membuat saya terkejut. Belum selesai terkejutnya tiba-tiba dari arah pintu terdengar suara, “Assalamu’alaikum,Ummi…Azzam sudah pulang..”. O..oo rupanya Azzam sudah bisa pulang sendiri, padahal jarak dari sekolah ke rumah kira-kira 1000 m dengan beberapa kali belokan yang agak panjang, jarak yang cukup jauh untuk anak seumurnya. akhirnya “Alhamdulillah…” suara abinya lega sebelum gagang telepon ditutup.

Pertanyaan-pertanyaan Azzam juga kadangkala membuat kejutan yang menggelitik, Suatu hari Azzam bertanya, “Umi,apa benar Tuhan ada di atas..?” sambil tangannya menunjuk ke atas. Belum sempat saya menjawab (karena masih mikir-mikir jawaban apa yang pas buat anak seusianya), Azzam kembali menyambung “Kalo benar Tuhan ada di atas, ‘tar kalo naik pesawat ketabrak dong ama Tuhan..” Geeeeerrr…

Askar, putra ketiga kami, lucu, periang dan murah senyum, dia juga aktif dan cerdas seperti kedua kakaknya. Dengan Stimulasi terus menerus dan lebih terarah (karena sudah anak ketiga), terlihat perkembangannya rata-rata lebih cepat dari kedua kakak-kaknya. Kalau kakak-kakaknya baru bisa berjalan usia 1th lebih, tapi Askar usia 11 bulan sudah lancar berjalan. Dengan selalu melibatkannya dalam percakapan sehari-hari, menstimulasinya cepat dapat bicara, dan hasilnya di usia yang baru 1,5 tahun, sudah banyak sekali kosa katanya, bicaranya juga sudah bisa menyamai anak usia 3 tahun (kebetulan, anak tetangga kami ada beberapa orang yang usianya 3th, jd mudah mencari pembanding).

Dengan membiasakannya merunut segala sesuatu dari awal, menstimulasi daya ingatnya dan daya tangkapnya. Misalnya : Askar akan selalu ingat kejadian yang menyebabkan ia luka (karena terjatuh, terpeleset atau tersandung,dsb), lokasi kejadiannya (di halaman, di dapur atau dijalan, dsb), dan ia akan menceritakannya secara berurutan. Hasilnya daya tangkap dan daya ingatnya relatif tinggi, biasanya kalo baru diajarkan atau dikasih tahu sekali saja, dia langsung ingat. Askar juga cukup empati dengan orang-orang di sekelilingnya, Kalo ada yang menangis, dia akan segera mendekati dan mengusap kepala yang bersangkutan sambil mengucapkan “cayaaang….cayaaang…”

Kalo Hari jum’at, kakeknya mau pergi sholat jum’at di mesjid dekat rumah kami, Askar cepat-cepat mengambilkan tongkat untuk kakeknya berjalan, padahal tidak ada yang mengajarkan hal tersebut. Dan itu cukup membuat kakeknya yang sudah sepuh menjadi sangat senang.

Suatu hari saya sudah terlambat masuk kerja, saking buru-burunya saya tidak memperhatikan lagi kegiatan si kecil Askar. Tapi dia menarik-narik rok saya padahal saya sudah hampir siap, saya berbalik dan sedikit berteriak,

Ada apa sih Askar…., nanti Ummi telat nih..!”

Tiba-tiba, “u..Waaaaa…..!!!!!”, Askar langsung menangis karena kaget mendengar suara keras saya, benda yang dipegangnya ikut jatuh, Hah….Ternyata benda itu ….sepasang sepatu yang biasa saya pakai untuk kerja. Oo.. berarti tadi dia ingin memberikan sepatu untuk saya pakai. Saya menyesal sekali, bukannya berterima kasih karena sudah dibantu tapi malah membentak dengan keras. Langsung saya peluk dia untuk meredakan tangisnya. Maafkan Ummi, ya nak….

Kemampuan spiritual Askar juga mulai kami gali, dia dibiasakan untuk selalu berdo’a dalam memulai dan mengakhiri kegiatannya. Misalnya, waktu dia mau makan atau minum, baca do’a dulu. Baru-baru ini waktu mereka bertiga (Aziz, Azzam dan Askar) sudah dibuatkan susu FF masing-masing 1 gelas, terjadi hal yang menggelikan. Aziz dan Azzam langsung cepat-cepat mengambil gelasnya, waktu gelas-gelas mereka sudah di mulut, tiba-tiba Askar berteriak ke mereka,

“Abang….Kakak….O..’aa dulu..!” (Abang… kakak… berdoa dulu…!”) sambil kedua tangannya sudah dibuka layaknya orang mau berdo’a.

Wah, Aziz dan Azzam jadi malu nih, mereka letakkan kembali gelas susunya trus memulai do’a sama-sama Askar, baru kemudian minum susu bareng-bareng.

Begitulah, bila menceritakan kebersamaan kita dengan si kecil, rasanya tidak akan ada habis-habisnya, selalu saja ada kejutan-kejutan dari mereka setiap saat. Tapi kita patut bersyukur karena telah diberi amanah/tanggung jawab yang begitu besar untuk merawat dan membesarkan mereka. Bentuk syukur itu salah satunya adalah dengan memberikan yang terbaik untuk pertumbuhan dan perkembangan mereka.Wallahua’lam bisshowab.