Ketika
mendengar kata Kartini pasti sudah tidak asing lagi ditelinga kita, terutama
para perempuan Indonesia. Siapa yang tidak kenal dengan RA Kartini atau biasa
kita panggil Ibu Kartini, sosok perempuan yang sangat pemberani, tegar, dan
bijaksana.
Rupanya dibalik sosoknya itu
tersimpan banyak cerita yang mungkin tidak kita ketahui.
Tentu
kita tahu bahwa ibu Kartini lah yang mendobrak pikiran masyarakat bahwa wanita
sederajat dengan pria, padahal kita sebagai umat muslim sangat tahu bahwa
kodrat pria dan wanita berbeda. Demikian pula peran dan fungsinya sebagai
khalifah dimuka bumi ini.
Rupanya,
sosok Ibu Kartini dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk kampanye emansipasi
yang menyalahi fitrah wanita, yakni wanita dan pria sederajat.
Kian
hari emansipasi kian mirp dengan liberalisasi dan feminimisme. Sementara
Kartini sendiri sesungguhnya makin meninggalkan semuanya, dan ingin kembali
pada fitrahnya.
Kartini adalah sosok perempuan yang
berjuang habis-habisan untuk kaumnya. Namun satu hal yang jarang diungkapkan,
bahkan terkesan disembunyikan dalam catatan sejarah, yaitu usaha Ibu Kartini
untukmempelajari Islam dan mengamalkannya, serta bercita-cita agar islam
Disukai.
Simak saja salah satu isi suratnya.
“moga-moga
kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat
umat lain memandang agama islam disukai” ( surat Kartini kepada Nyonya. Von
Kol, 21 Juli 1902)
Sebagai pelajar seperti saya, pasti kita pernah mendengar judul salah satu buku Ibu Kartini yaitu “Habis Gelap Terbitlah Terang” atau
bahasa Belanda nya “Door Duisternis Tot Licht”. Marilah kita simak asal mulanya
judul buku habis gelap terbitlah terang.
Prof.
Haryati Soebadio (cucu tiri Ibu Kartini) mengartikan kalimat “Door
Duisternis Tot Licht” sebagai “Dari
Gelap Menuju Cahaya” yang bahasa Arabnya adalah “Minazh-Zhulumati Ilan-Nuur”.
Kata dalam bahasa Arab tersebut tidak lain, merupakan inti dari dakwah Islan
yang artinya “membawa manusia dari kegelapan (Jahiliyah) ketempat yang terang
benderang (hidayah atau kebenaran Ilahi”
Kartini ingin menjadi muslimah
sejati. Ketika Kartini belajar mengaji Al-Qur’an. Gurunya marah, dikarenakan
Kartini bertanya makna dari Al-Qur’an. Pada waktu mereka percaya bahwa
Al-Qur’an tidak boleh diterjemahkan dalam bahasa Jawa, karna Al-Qur’an itu
suci.
Suatu
ketika Ibu Kartini “menguping” pengajian bulanan khusus anggota keluarga
dirumah pamannya. Penceramahnya yaitu kyai Haji. Mohammad Sholeb bin Umar,
seorang ulama besar, mengajarkan tafsir surat Al-Fatihah.
Selesai acara, Kartini menemui kyai
tersebut, mereka berbincang mengenai makna-makna surat Al-fatihah yang membuat
hati Kartini bergetar.
Setelah
pertemuannya dengan Kartini, kyai sholeh tergugah untuk menerjemahkan Al-qur’an
dalam bahasa Jawa. Pada hari pernikahan Kartini kyai Sholeh menghadiahkan
Al-qur’an.
Saat mempelajari Al-islam lewat
Al-qur’an terjemah bahasa Jawa itu, Kartini menemukan surat Al-baqarah ayat:
257, “bahwa Allahlah yang membiming
orang-orang yang beriman dari gelap kepada cahaya(minazh-zhulumati ilan-nuur).”
Kartini langsung terkesan dengan kata-kata minazh-zhulumati ilan-nuur yang
berarti dari gelap kepada cahaya.
Dalam
banyak suratnya sebelum wafat, Kartini
banyak sekali mengulang-ulang kalimat “dari gelap kepada cahaya” ini. Karen
Kartini selalu menulis suratnya dalam bahasa Belanda, maka kata-kata ini dia
terjemahkan dengan “Door Duisternist Tot Licht”
Inilah
penjelasan asal mula kata-kata “habis
gelap terbitlah terang” mari simak surat Ibu Kartini
“ kami disini memohon di usahakan
pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami
menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan
hidupnya. Tapi karna kmai yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kau
wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang
diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya; menjadi ibu, pendidik manusia yang
pertama-tama (surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902).
Inilah gagasan Kartini yang
sebenarnya, namun kenyataannya sering diartikan secara sempit dengan satu kata:
emansipasi. Sehingga setiap orang bebas mengartikan semaunya.
Kartini
berada dalam proses dari kegelapan menuju cahaya. Namun, cahaya itu belum
pernah menyinarinya secara terang benderang, karena terhalang oleh tabir
tradisi dan usaha westernisasi. Kartini telah kembali kepda pemiliknya sebelum
ia menuntaskan usahanya untuk mempelajari Islam dan mengamalkannya seperti yang
di idam-idamkannya.
Wallahu’alam
bish-shawab.
(Tulisan NURBAITI, Siswi Kls X, SMKIT Mutiara Azzam Palembang, Pemenang lomba penulisan artikel Dalam acara Peringatan hari kartini, 21 april 2016 )