EPISODE INDAH BERSAMA BUNDA
Bunda adalah orang yang pertama kali mengukir kenangan indah dalam hidupku. Penuh kasih sayang. Begitu lembut. Walaupun dalam kelembutannya, tersimpan ketegasan yang membuatku segan dan patuh padanya. Darinya aku belajar banyak hal tentang hidup dan kehidupan.
Seingatku, bunda adalah sosok yang sangat akrab sejak kecilku. Ada juga sih kakak-kakak yang memenuhi memoriku, mengingat aku adalah anak bontot dalam keluarga. Tapi peran mereka bagiku merupakan perpanjangan tangan dari peran bunda secara keseluruhan. Yah, karena kami ada enam bersaudara, jadi tidak mungkin bunda dapat mengawasi kami sekaligus seorang diri. Apalagi dengan peran ganda yang dilakoninya, karena selain sebagai ibu rumah tangga bunda juga punya warung kelontongan untuk menunjang ekonomi keluarga. Ups…cukup berat ternyata perjuangan bunda. Memang perjuangan itu dipikul bersama ayah juga. Tapi karena ayah yang pegawai kantoran,terlalu banyak di luar, maka belaian kasih sayangnya tidak terlalu membekas. Apalagi ayah lebih sering pulang dalam keadaan marah-marah (mungkin karena tugas kantor yang bikin stress atau apalah), sehingga kami, anak-anaknyanya tidak terlalu nyaman berdekatan dengan beliau. Malahan bagiku ayah adalah sosok yang asing dan terkesan menakutkan waktu itu. Baru setelah dewasa aku menyadari bahwa peran ayah dan bunda sama pentingnya, keduanya tak dapat tergantikan.Tanpa keduanya, aku tak mungkin bisa menjadi seperti sekarang. Ayah mengajarkan ketegasan dan kemandirian, sedang bunda mendidik dengan kelembutan dan kasih sayang.
Pada masa kecilku, hanya di dekat bundalah aku bisa merasakan kenyamanan. Aku selalu mengidolakan bunda. Bunda memberikan hampir semua hal yang kuinginkan. Dari Mainan, pakaian, dan barang-barang lain yang kubutuhkan, sampai hal-hal lain yang bukan dalam wajud materi, seperti motivasi, rambu-rambu kehidupan dan sebagainya. Tapi, dari sekian banyak hal yang ku dapatkan dari bunda sampai saat ini, baru kusadari bahwa masalah moral adalah hal utama yang ditekankan bunda pada kami,anak-anaknya, sejak awal. Misalnya sebagai seorang muslim, kita harus sholat 5 waktu sehari semalam, dan itu wajib bagi yang sudah baliq (berakal), dsb sampai kehal-hal yang prinsip misalnya: kita tidak boleh mengambil hak orang lain malahan harus menghormatinya. Termasuk masalah hutang, selalu bunda tanamkan agar jangan sampai lupa melunasinya.
Ada kisah yang tak terlupakan bersama bunda yang selalu menginspirasiku sampai sekarang. Hari itu, aku yang baru di tahun kedua sebuah SMAN, minta uang ke bunda untuk beli baju. Ada acara reuni teman-teman SMP. Saat itu, aku ngerasa sudah waktunya untuk beli baju baru, karena lebaran sebelumnya kulalui tanpa baju baru. Padahal sebenarnya lebaran itu adalah hari kemenangan bagi yang merayakannya, bukan identik dengan baju baru, itu sih kata bunda. aku sudah ngerayu bunda dari pagi, tapi sudah lepas dzuhur belum ada tanda-tanda bunda mengabulkan permintaanku. Dengan sabar menunggu bunda selesai sholat, kuulangi lagi permintaan itu, “boleh ya bun…?” dengan sedikit rengekan, sambil tanganku membantu melipat sejadah bunda. Bunda tersenyum dan segera membuka laci lemari, aku tau walaupun kami hidup dalam kesederhanaan tapi bunda selalu punya simpanan. Ini juga merupakan pelajaran yang bunda turunkan padaku nantinya. Dengan ceramah panjang Bunda memberikan uang kepadaku, wanti-wanti agar tidak terlalu boros membelanjakannya dan kalo ada lebihnya ditabung, bla bla bla. Aku mengiyakan semua perkataan bunda yang hanya sebagian terdengar, di pikiranku sekarang sudah tidak ke bunda lagi, sudah kubayangkan rencana beli baju yang sudah lama diimpikan. Setelah janjian dengan seorang teman, aku segera mandi dan siap-siap untuk pergi tapi tiba-tiba bunda mengetuk kamarku tergesa, dan begitu pintu terbuka ia langsung mengatakan hal yang tak bisa ku percaya, “ nak, bunda minta kembali uang tadi ya…kamu beli bajunya lain kali saja. Maafkan bunda ya..bunda lupa kalo uang itu untuk bayar hutang dan bunda sudah janji hari ini ngebayarnya….”. Hah??? Shock sekali mendengarnya. Dengan wajah mberengut kesal kuserahkan kembali uang yang sudah ditanganku. Hampir saja kubanting pintu kamar sebelum bunda berlalu dengan kata-kata manisnya. “Hutang kan harus dilunasi tepat waktu nak, insyaAllah kalo kamu ikhlas nanti akan dapat ganti yang lebih baik dari Allah SWT…”. Bah, kejamnya bunda.., jahatnya bunda… sesalku saat itu bersama lelehan air mata yang sudah meluncur di pipi, entah sejak kapan. Setelah membatalkan janji dengan teman, kukunci pintu yang tidak jadi kubanting, ingat bahwa surga di bawah telapak kaki ibu, tapi tak urung siang itu kulewatkan makan siang sebagai bentuk protesku.
Malamnya, bunda mengetuk pintu kamarku dengan lembut, awalnya tak ingin kubuka, tapi ingat durhaka bila tidak mengindahkan bunda, dengan malas akhirnya kubuka juga pintunya. Bunda masuk dengan membawa sepiring makan malam dan segelas air. So sweet…, tapi kusembunyikan rasa haru dalam diam. Bunda meletakkan piring nasi dan gelas di meja belajarku setelah kuisyaratkan ‘belum mau makan’. Lalu duduk disebelahku sambil berkata “masih marah sama bunda, nak..?” kegelengkan kepala sedikit. Seketika mengalir cerita bunda menjelaskan kejadian yang sebenarnya bahwa rekan usaha bunda yang menagih hutang tadi sedang dalam posisi yang tidak mengenakkan, terancam gulung tikar, sedangkan bunda tidak punya uang lebih selain yang ada tadi. Aku sedikit terhibur, tapi masih penasaran, kuberanikan tuk bertanya “tapi semua uang tadi hanya untuk bayar hutang ya bun…?” . Bunda tersenyum bijak “ tidak, nak memang tadi ada lebih sedikit dan kalo pun kamu pake untuk beli ‘satu baju baru’ masih cukup, tapi mereka butuh untuk pinjaman modal dan bunda berikan…insyaAllah bermanfaat”. Aku terenyuh, oh bunda sungguh mulia hatimu. “maafkan aku , bunda. Aku egois kalo harus marah kepadamu, bun”. Batinku. Biarlah reuni nanti kupakai baju yang lama, toh masih banyak yang layak kupakai untuk hari itu. Sedangkan rekan bunda tersebut.., sungguh mengenaskan, menurut bunda untuk sehari-hari saja mereka sangat susah. Masih banyak wejangan yang diberikan bunda malam itu, di kamarku, kali ini aku mendengarkan dengan seksama seolah takut ada pesan yang terlewatkan. Tentu saja sambil melahap makananku yang keburu dingin, tapi rasanya tetap enak, hehehe .. kelaparan, kan dari siang nggak makan. Aku hampir lupa dengan kejadian itu sampai sehari sebelum acara reuni dengan teman-temanku, datanglah paket khusus untukku dari kakak di Jakarta. Surprise, kubuka isinya ternyata dua pasang baju muslimah trendy yang sesuai ukuranku. Aku sungguh terharu, langsung kucari bunda dan memberitahukan hal itu.”Alhamdulillah…” ujarnya. “terima kasih Allah, terima kasih bunda..”. Aku tahu pastilah bunda yang menghubungi kakak di Jakarta dan menceritakan masalah ini, tak terasa air mataku menetes lagi. Syukurku kepada Allah SWT atas karunia seorang bunda yang penuh perhatian dan kasih sayang.
Sampai sekarang masih kuingat pesan bunda untuk tidak menunda hak orang lain (hutang, dsb) dan bila kita senang ‘memberi’ kepada orang lain, niscaya kita akan menerima apa-apa yang kita inginkan dari arah yang tidak kita sangka sebelumnya. Banyak sekali kenangan-kenangan indah bersama bunda yang penuh hikmah, rasanya tak habis-habis bila harus mengurainya satu persatu. Kini mutiara-mutiara hikmah itu akan kubagikan kepada buah hatiku yang belum sempat bertemu dengan bunda (nenek mereka), karena sebelum ku melangkah ke mahligai rumah tangga, bunda telah berpulang ke rahmatullah. Semoga Allah SWT berkenan menerima amal sholeh beliau, melapangkan alam kuburnya, dan marahmatinya senantiasa, amin yba.
Bagiku bunda adalah pahlawan dalam kehidupanku. Beliau telah meletakkan dasar-dasar moral yang begitu mencengkram kuat dan berakar dalam hatiku, kupatri teguh, lalu mengejawantah dalam setiap langkahku. Semasa hidupnya beliau bagaikan alarm bagiku yang dapat mendeteksi saat aku buat kesalahan. Hingga kini walupun telah tiada, ia seperti buku manual buatku, walupun bukan yang utama. Karena yang utama tentulah Al qur’an dan hadist. Pesannya tetap mendarah daging dalam ingatanku, kuhapal diluar kepala dan menjadi sikap serta arah dalam hidupku secara spontan, atau yang sering disebut orang sebagai ‘karakter positif’. Terima kasih bunda, atas segala cinta dan ajaran hidup yang telah kau berikan. Terimakasih yaa Rabb, atas penciptaanMu yang tiada sia-sia.
***************************
Tidak ada komentar:
Posting Komentar